Newest Post

// Posted by :Unknown // On :Rabu, 25 Juni 2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini  merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan.Pajak penghasilan pasal 22 dan 24.

Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pajak pengahasilan pasal 22 dan 24?
2.       Bagaimana pajak penghasilan pasal 22 dan 24?

C.     Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Dapat mengerti Pajak Penghasilan pasal 22 dan 24
2.    Dapat mengerti alur pemungutan Pajak Pengahasilan pasal 22 dan 24



BAB II
PEMBAHASAN
PPH PASAL 22

         A.    Pengertian pph pasal 22
Pajak penghasilan (pph) pasal 22 adalah pajak yang pungut oleh bendaharaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, isntansi atau lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan bada-badan tertentu baik badan pemerintahan maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.

Dalam hukum pengenaan pajak penghasilan pajak pasal 22 adalah pasal 22 undang undang pajak penghasilan, selanjutnya di ikuti dengan keputusan menteri keuangan , terakhir dengan keputusan menteri keuangan nomor 236/KMK/03/2003 sebagai perubahan keputusan menteri nomor 254/KMK.03/2001.keptusan menteri keunagan terakhir ini berlaku sejak tanggal di tetap dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 2 januari 2003.

        B.     Pemungutan Pajak
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/ Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD);
4. Bank Indonesia (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5. Industri semen, industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya.
7. Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Paja, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

        C.     Tarif pajak
1.    Tarif PPh pasal 22 atas Impor
a.          menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 2,5% dari nilai impor;
b.          tanpa menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 7,5% dari nilai impor;
c.          yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang;
d.         impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API (tidak memiliki API, tidak dapat impor) sebesar 0,5% dari nilai impor.
2.   Tarif PPh pasal 22 atas Pembelian yang dilakukan oleh BUMN/BUMD yang menggunakan APBN/APBD dan non APBN/APBD
Tarifnya sebesar 1,5% dari harga pembelian sebelum PPN/ PPnBM
3.  Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan hasil produksi
a.    Industri semen, sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN
b.    Industri kertas, sebesar 0,1% dari DPP PPN
c.    Industri baja, sebesar 0,3% dari DPP PPN
d.    Industri otomotif, sebesar 0,45% dari DPP PPN

4.    Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan PERTAMINA

SPBU Swastanisasi
SPBU Pertamina
Premium
0,3% dari penjualan
0,25% dari penjualan
Solar
0,3% dari penjualan
0,25% dari penjualan
Premix/super TT
0,3% dari penjualan
0,25% dari penjualan
Minyak tanah

0,3% dari penjualan
Gas LPG

0,3% dari penjualan
Pelumas

0,3% dari penjualan

5.  Tarif PPh pasal 22 atas Industri dan Eksportir yang bergerak disektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan
Tarifnya sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

6.  Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Tarifnya sebesar 5% dari penjualan.

         D.    Pengecualian Pemungutan Pejak
1.    Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (8KB).
2.    Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3.    Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.    Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5.    Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
6.    Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.    Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.    Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.    Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

        E.     Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1.      Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2.      Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.      Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.      Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5.      Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

        F.      Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1.      PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importer dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
ü  lembar pertama untuk pembeli;
ü  lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
ü  lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
3.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
4.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
5.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
Ø  lembar pertama untuk pembeli;
Ø  lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
Ø  lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
         G.    Contoh
1.    PT. FM adalah produsem makanan ringan yang memiliki API, pada bulan maret 2009 PT. FM melakukan impor barang dari Amerika dengan nilai faktur sebesar US$ 150.000,-. Biaya asuransi yang dibayar adalah US$ 1.500,- dan ongkos angkut adalah US$ 6.000,-. Tarif BEA masuk adalah 25%. Pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan PABEAN adalah Rp. 15.000.000,-. Kurs pajak pada saat melakukan clearance ke pelabuahan adalah 1US$ = Rp.9.000,-. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!

Penyelesaian:
Menentukan Nilai Impor:
Nilai Faktur                                                             US$ 150.000,-
Biaya Asuransi Dalam / Luar Negeri                      US$    1.500,-
Biaya Ongkos Angkut                                             US$    6.000,-
Jumlah CIF (Cost Insurance and Freight)             US$ 157.500,-

Besarnya nilai CIF dalam Rupiah adalah:
US$ 157.500,- x Rp. 9.000,-                         Rp.1.417.500.000,-Ditambah:
Bea masuk: 25% x Rp. 1.417.500.000,-     Rp.    354.375.000,-
Pungutan lainnya                                          RP.     15.000.000,-
Nilai Impor                                                       Rp. 1.786.875.000,-

PPh Pasal 22 atas Impor dari Amerika adalah:
2,50% x Rp. 1.786.875.000,- =                     Rp.      44.671.875,-

2.    PT. Zemen Pekalongan adalah perusahaan semen nasional. Pada tanggal 15 April 2008 menjual 1000 sak semen kepada CV Karya Manjur, perusahaan kontraktor property, secara tunai. Harga jual semen adalah Rp30.000 per sak. Jadi, pada saat penjualan semen tersebut PT Zemen Pekalongan sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 dari CV Karya Manjur.

Penyelesaiannya :
PPh Pasal 22 =        0.25%  x 1000 x Rp30.000 = Rp     75.000
Sifat pemungutan PPh 22 ini tidak final dan dapat menjadi kredit pajak bagi CV Karya Manjur.

3.    Dalam rangka memajukan pendidikan, pada tanggal 19 April 2009 Pemda Maluku Utara membeli 20 unit laptop secara kredit dari rekanan pemerintah Toko Tekno Com yang akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di daerah terpencil. Harga laptop tersebut adalah Rp11.000.000 per unit sudah termasuk PPN. Pemda Maluku Utara baru membayar pembelian laptop tersebut tanggal 18 Mei 2008. Jadi, pada saat pembayaran laptop tersebut Pemda Maluku Utara terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 kepada pemungut dari Toko Tekno Com.

Penyelesaiannya :
DPP PPN =    x 11.000.000 x 20        = Rp 200.000.000
PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp200.000.000  = Rp     3.000.000

4.    PT Penyalur Minyak Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI sebagai penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari Pertamina dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal 22 yang harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-

5.    PT. Pelesir Jaya melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah kepada PT. JEN yaitu penjualan rumah dengan harga Rp12.000.000.000,- dan luas tanahnya 600 m2. Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT. Pelesir Jaya?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 =  5% x 12.000.000.000 = Rp 600.000.000,-
 
BAB III
PPH PASAL 24

         A.    Pengertian Pasal 24
Pajak penghasilan pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri. Pengkreditan pajak  luar negeri dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang diikuti dengan Keputusan Wajib Pajak Luar Negeri yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 19 April 2002.

         B.     Subjek PPh Pasal 24
Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah:
Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.

         C.     Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri
         Untuk melaksanakan perkreditan pajak luar negeri. Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jendral Pajak dengan melampirkan:
1)Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2)Fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
3)Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
          Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

         D.    Perlakuan Perpajakan dan Penentuan Sumber Penghasilan
         Pajak Penghasilan yang dibayar atau  terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanya pajak langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
         Dalam perhitungan batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan oleh:
1)Penghasilan dari saham
2)Penghasilan berupa bunga dan royalti
3)Penghasilan berupa sewa
4)Penghasilan berupa imbalan
5)Penghasilan bentuk usaha tetap
6)Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambang
7)Keuntungan karena pengalihan harta
8)Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap

          E.     Penggabungan Penghasilan
         Untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri, baik dari negeri maupun luar negeri, maka seluruh Penghasilan Wajib Pajak tersebut digabungkan.
         Untuk penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan untuk:
a)      Penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut
b)Penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya penghasilan tersebut
c)      Penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
      Penggabungan penghasilan ini tidak diperkenankan apabila terjadi kerugian yang diderita di luar negeri.

         F.      Saat Penggabungan Penghasilan
         Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak ternyata terjadi penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang teruang di Indonesia.
         Pengkreditan Pajak tersebut dilakukan dalam Tahun Pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.

        G.    Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri
         Prinsip dasarnya, Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan kena pajak yang dihitung atas dasar seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Pasal 18 ayat(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan menetapkan saat diperoleh deviden atas pernyataan modal usaha luar negeri selain badan usaha yang manual sahamnya di bursa efek dengan ketentuan:
1.      Penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri sekuran-kurangnya 50% dari jumlah saham yang disetor
2.      Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan modal sebesar 50% atau lebih dari jumlah saham yang disetor

         H.    Besarnya Kredit Pajak Luar Negeri yang boleh dikreditkan
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang  atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan Kena Pajak dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Maksimum Kredit Pajak 
= Penghasilan LN  x  Pajak terhutang tahun berjalan
                                          PKP

*Bandingkan antara “Maksimum Kredit Pajak dan  Pajak Yang Terutang/Dibayar di luar negeri” (pilih yang  terkecil).

          I.       Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri
Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di Luar Negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak Luar Negeri semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut.

          J.       Perubahan besarnya penghasilan luar negeri
Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dikumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1.      jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di Luar Negeri menjadi kurang bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.
2.      Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

           K.    Penghasilan Wajib Pajak Dikenakan Pajak Bersifat Final
         Mengacu pada Pasal 4 Ayat(2) yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur Objek Pajak yang pengenaan pajaknya tersendiri (diatur dengan Peraturan Pemerintah).


           L.     Contoh
1.      PT Butut Nusa Gendis di Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 2009 sebagai berikut :
a.       di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp 400.000.000)
b.      di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp 750.000.000)
c.         di negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000
d.       penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000
Penghasilan luar negeri :
a.    Laba di Negara X                         Rp. 1.000.000.000
b.    Laba di Negara Y                         Rp. 3.000.000.000
c.    Laba di Negara Z                         Rp. NIHIL
d.    Jumlah penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000 (+)
Total Penghasilan                                                 Rp. 8.000.000.000
PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1 januari 2009 28% dan 2010 25%)= 28 % x total penghasilan =   Rp.  2.240.000.000
Batas maksimum untuk masing masing Negara adalah:
a.    Untuk Negara X =
Rp. 1.000.000.000   x  Rp. 2.240.000.000 = Rp. 280.000.000
RP. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di perkenankan hanya Rp. 280.000.000
b.    Untuk Negara Y =
Rp. 3.000.000.000  x  Rp. 2.240.000.000 = Rp. 840.000.000
Rp. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 750.000.000 lebih kecil dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di perkenankan adalah Rp. 750.000.000
c.    Untuk Negara Z mengalami kerugian sebesar RP. 250.000.000 (TIDAK DAPAT DIKOMPENSASIKAN)

Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp. 750.000.000 = Rp. 1.030.000.000.
2.      PT.A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. dalam tahun 2009 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.- pajak penghasilan yang berlaku dinegara X addalah 48% dan pajak dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen terrsebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Z Inc                                      US$ 100,000
Pajak penghasilan (corporate income tax)
atas Z Inc (48%)                                         US$   48,000 (-)
                                                                              US$   52,000
           Pajak atas dividen (38%)                            US$   19,750 (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia            US$   32,420
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak penghasilan yang terutang atas PT.A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar negeri. Dalam contoh diatas itu sebesar US$   19,750. Pajak penghasilan atas Z Inc, sebesar US$48,000 tidak dapat dikerditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas PT.A, karena pajak sebesar US$   48,000 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT.A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc, di Negara X.


 
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pajak penghasilan (pph) pasal 22 adalah pajak yang pungut oleh bendaharaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, isntansi atau lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan bada-badan tertentu baik badan pemerintahan maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
Pajak penghasilan pasal 24 atau PPh pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau yang terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.


DAFTAR PUSTAKA
Waluyo dan B Ilyas,Wirawa, Perpajakan indonesia, (jakarta: salemba empat,2002)



Diana, Anastasia & Setiawati, Lilis, perpajakan indonesia, (Yogyakarta: Andi, 2009)




{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. Kami dapat membantu Anda secara finansial jika Anda dapat membayar kami. Kita
    lembaga kredit swasta dan terakreditasi. Kami menerbitkan semua jenis pinjaman
    untuk semua pencari pinjaman - mulai dari $ 2.000 hingga $ 500.000.000,00 juta dikonversi ke email Korespondensi Korespondensi Anda (Jessicarojasloanfirm1998@hotmail.com)

    BalasHapus

K-On ! Green!

Total Tayangan Halaman

mata kuliah
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

// Copyright © lianurjanah //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //